Nama
lengkap beliau ialah Sulaiman bin al Asy’ats bin Ishaq bin Bashir bin
Syaddad bin ‘Amr al Azdi as Sijistani.berdasarkan kesaksian muridnya,
yaitu Abu ‘Ubaid al Ajurri, beliau dilahirkan pada tahun 202H. demikian
Imam Adz Zahabi menyebutkan tahun kelahiran Abu Dawud. Dan beliau wafat
pada tanggal 16 syawwal 275 H.
Sejak dini, beliau sudah mereguk ilmu agama. Sehingga sudah semestinya,
bila berpengaruh besar pada dirinya. Muridnya Ibnu Dasah menceritakan,
“Telah sampai kabar kepada kami bila Abu Dawud termasuk ualama yang
mengamalkan ilmunya. Hingga sebagian imam mengatakan Abu Dawud mirip
dengan Ahmad dalam tindak tanduknya, sementara Ahmad mirip Waki’ dalam
masalah itu. Sedangkan Waki’ mirip dengan Sufyan. Sementara Sufyan mirip
dengan Manshur. Manshur mirip dengan Ibrahim, dan Ibrahim mirip dengan
‘Alqamah. Adapun ‘Alqamah sangat mirip dengan ‘Abdullah bin Mas’ud dan
Ibnu Mas’ud sangat mirip dengan Nabi dalam etika dan moralnya.”
Untuk memperdalam ilmu.beliau melakukan perjalanan keberbagai wilayah,
seperti Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Khurasan, dan akhirnya menetap di
Basrah sampai wafatnya, sebagai sambutan atas permintaan Gubernur Basrah
yang memintanya untuk tinggal disana pasca fitnah Zinj. Tujuannya agar
kota Basrah semarak dengan ilmu dan ulama. Yang akhirnya kota Basrah
menjadi magnet yang menarik para pencari ilmu untuk mengunjunginya.
Beberapa guru besar yang telah beliau datangi dan berhasil beliau
tekuni ilmu-ilmu mereka, yaitu Abu ‘Amr adh Dharir, Abul Walid al
Qa’nabi, Sulaiman bin Harb, Ahmad bin Hambal, Yahya bin Ma’in. dari dua
ulama terakhir ini beliau mempelajari ilmu Hadits. Beliau juga berguru
kepada ulama-ulama yang menjadi guru lima imam hadits lainnya (al
Bukhari, Muslim, at Tirmidzi, an Nasa’I, dan Ibnu Majah). Mereka adalah
Muhammad bin Basyyar Bundar (w. 252 H). Muhammad bin al Mutsanna Abu
Musa (w. 252 H). Ziyad bin yahya al Hassani (w.254 H). Abbas bin Abdul
Azhim al ‘Anbari (w. 246 H). Abu Sa’id al Asyajj Abdullah bin Sa’id al
Kindi (w. 257 H). Abu Hafsh ‘Amr bin ‘Ali al Fallas (w. 249 H).
Dari pengajaran yang diberikan Imam Abu Dawud juga melahirkan beberapa
tokoh-tokoh ilmu yang berpengaruh, diantaranya putra beliau yang bernama
‘Abdullah, yang nantinya menjadi ulama besar dalam masalah hadits. Dia
merupakan salah satu dari hasil didikan beliau. Ibnu Khalakan
menggelarkannya dengan “Imam putra seorang imam”
Selain itu ‘Abdullah, tersebut juga Abu ‘Ubaid al Ajuri, pemulis kitab sualat Abu Dawud (Tanya jawab tentang hadist yang dijawab Abu Dawud). Ibnu Dasah, dia telah meriwayatkan kitab tulisan sang guru. Sunan Abu Dawud. Murid
beliau yang lain, Abu Bakar Ahmad bin Sulaiman an Najjar, orang yang
meriwayatkan kitab an Nasikh wa al Mansukh dari beliau.
Berkat keilmuan yang dimiliki, maka sanjungan yang mengarah kepada
beliau mengalir sangat deras. Diantaranya, yang terlontar dari Ibnu
Hibban. Dia mengatakan, “Abu Dawud adalah seorang imam dunia dalam
fiqih, ilmu, hafalan, ibadah, wara’ dan kesempurnaan kemampuan. Ia telah
menghimpun dan menulis serta mebela sunnah Nabi.”
Juga Ibnu Mandah berkata, “Orang-orang yang meriwayatkan dan
memilah-milah hadist yang shahih dari hadist-hadist yang bermasalah ada
empat orang, (yaitu), al Bukhari. Muslim, setelah itu Abu Dawud
Sijistani dan Abu ‘Abdur Rahman an Nasa’i.
Beliau juga termasuk orang yang kapabel dalam masalah jarh wa ta’dil. Komentar-komentar dan penilaian beliautentang perawi hadist menjadi rujukan. Orang yang menelaah Kitab Sualat Al Ajuri Li Abu Dawud akan membuktikan kedalaman ilmu beliau dalam masalah jarh wa ta’dil ini.
Selain menyibukkan dengan pengajaran, beliau juga menuangkan ilmunya
denganmenulis. Kitab-kitab tersebut (yang sudah tercetak), yaitu kitab
as Sunnan, al Marasil, al Ba’ts wa an Nusyur, Risalah Abi Dawud Ila Ahli
Makkah, az Zuhd. Sementara kitab lainnya masih berupa manuskrip kuno,
atau hanya sekedar disebutkan oleh ulama, tetapi belum ditemukan.
Keteguhan prinsip yang dipegang Imam Abu Dawud sangatlah kuat. Sebagai
contoh, beliau adalah ulama yang pernah menolak permintaan Khalifah
untuk mengajari anak-anaknya secara khusus dan waktu khusus. Penolakan
beliau bukan tanpa dasar, karena menurut beliau, ilmu itu mulia dan
harus didatangi, bukan mendatangi orang.
Sumber: majalah As Sunnah.
0 comments:
Posting Komentar
Mohon tinggalkan komentar Anda